Dunia
memang tak selebar daun kelor. Khasiat daun kelor pun tak sesempit ukurannya.
Kelor
banyak ditemukan tumbuh liar di pinggir jalan. Kita sering melewatinya, tapi
lebih sering tidak mengindahkan tumbuhan berdaun mirip petai cina ini. Namun,
jika kita mengetahui manfaat besar yang terkandung dalam kelor, terutama bagian
daunnya, ada baiknya tumbuhan ini kita tanam di rumah.
Pemanfaatan
tumbuhan bernama ilmiah Moringa oleifera ini sebagai bahan
makanan telah lama dikenal. Masyarakat pedesaan menggunakan daun kelor sebagai
sayuran yang dimasak ataupun dikonsumsi untuk lalap teman makan nasi. Annas
Ahmad, produsen beberapa obat herbal di Kalimalang, Jakarta Timur, bertutur, di
Madura daun kelor sangat populer dimasak seperti sayur bayam.
Sementara
itu, pemanfaatan kelor dalam pengobatan baru menjadi tren dua-tiga tahun
terakhir. Itu pun masih di Amerika Serikat, Filipina, dan India. Bahkan, Annas
mengungkapkan, kelor menjadi salah satu andalan dalam mengatasi masalah
kelaparan di Ethiopia. “Apa yang ada di benak kita begitu mendengar kata
Ethiopia? Kelaparan kan? Itu sudah masa lalu. Sekarang di sana sehat-sehat,
tidak ada lagi busung lapar. Karena apa? Karena kelor,” ucapnya.
Di
Indonesia sendiri, pemanfaatan kelor dalam pengobatan masih belum populer,
bahkan kelor kerap dicitrakan dalam hal-hal yang berbau mistis. Dalam situsnya,
daunkelor.com, Annas menyarankan, “Mungkin kita patut meniru negara-negara di
Afrika untuk mengatasi masalah gizi buruk. Untuk sebagian besar saudara kita,
jeruk masih mahal, wortel mahal, susu mahal, obat dan dokter pun semakin
mahal.”
Pohon Ajaib
Berkurangnya
penderita busung lapar di negara yang identik dengan kemiskinan secara
signifikan, memang cukup mencengangkan. Seberapa besarkah peran daun kelor
dalam mengatasi kelaparan tersebut? Kelor ternyata mengandung nutrisi lengkap yang cukup mencengangkan.
Penelitian
khasiat daun kelor untuk gizi buruk pertama kali dilakukan Lowell Fuglie, warga
negara Perancis yang tinggal di Senegal, Afrika. Dia meneliti penggunaan daun
kelor pada ibu hamil yang mengalami gizi buruk. Hasilnya, dengan konsumsi daun
kelor, ibu hamil tersebut masih bisa melahirkan bayi yang sehat. Hasil
penelitiannya diadopsi banyak negara untuk memerangi kasus gizi buruk. Bahkan
negara-negara Afrika menggalakkan penanaman daun kelor.
“Secara umum, daun kelor memiliki kandungan
antioksidan terlengkap yang dibutuhkan tubuh untuk memulihkan dan menjaga
kesehatan. Manfaatnya antara lain sebagai anti-inflamasi, menurunkan kadar
kolesterol jahat, mengobati nyeri, dan mengatasi gizi buruk,” papar Annas.
Kandungan nutrisi daun kelor memang dapat dikatakan
luar biasa. Dalam situsnya, ayah satu anak itu menjelaskan daun kelor
mengandung Vitamin C yang lebih banyak ketimbang jeruk dalam bobot yang sama,
kalsium 14 kali lipat dibandingkan susu, kalium empat kali lipat dari pisang.
Kadar proteinnya dua kali lipat yoghurt, bahkan zat besinya sembilan kali lipat
dibandingkan bayam. Kandungan seratnya empat kali lipat dari gandum dan Vitamin
A-nya dua kali lipat dibandingkan wortel.
“Dari
24 unsur nutrisi berupa vitamin, mineral, dan asam amino yang kami uji di
laboratorium milik sebuah universitas di Malang, semua terdeteksi keberadaannya
(dalam daun kelor) dengan kadar yang cukup signifikan. Penelitian pun
membuktikan tumbuhan ini sama sekali tidak mengandung zat-zat berbahaya,” jelas
pria kelahiran Malang ini. Dia juga menambahkan, daun kelor diketahui dapat
memperbanyak dan melancarkan ASI seperti daun katuk.
Walaupun
kandungan nutrisi daun kelor seperti tidak wajar, dunia internasional
mengakuinya dengan menyebut kelor sebagai miracle
tree alias pohon ajaib. Sebutan
ini diperkuat dengan daya tahan kelor terhadap cuaca. “Bayangkan kita memiliki
pohon di halaman rumah yang bisa ditanam dan dirawat dengan mudah, tidak mati
karena kemarau panjang, daunnya bisa disayur untuk memenuhi kebutuhan vitamin
dan mineral tubuh, berkhasiat obat. Kedengarannya seperti pohon yang hanya ada
di angan-angan, tapi kenyataannya ada,” terang Annas.
Pengembangan untuk Suplemen
Penggunaan
kelor dalam pengobatan yang belum begitu populer di Indonesia menggugah Annas. Wiraswasta
yang juga memproduksi Lamandel (AGRINA edisi 167) ini, belakangan memproduksi
kapsul daun kelor. “Ini 100% kami ambil dari daun kelor. Diminum dua-tiga
kapsul setiap hari. Ini sebagai suplemen kesehatan,” ujarnya.
Di
Filipina dan Amerika Serikat, daun kelor dijadikan tepung, dan dicampurkan dalam
makanan sehari-hari. Ada pula yang mengonsumsinya dalam bentuk minuman berupa
teh celup. Karena manfaat dan kepraktisan penggunaannya inilah daun kelor
menjadi tren baru di Amerika dan Eropa.
Demi
menjaga kualitas dan kontinuitas bahan baku, Annas dan keluarganya membuka
kebun kelor di kawasan Malang, Jawa Timur seluas tiga hektar dengan budidaya
secara organik. “Kami masih mengembangkan perkebunannya agar kualitas terjaga. Jadi,
produksi masih sekitar 500-1.000 botol per bulan,” ungkap sarjana Teknik
Elektro ini.
Tidak
hanya daun, bahkan akar, biji, kulit batang, buah, hingga bunganya juga
menyimpan manfaat kesehatan. Akar kelor berkhasiat sebagai peluruh seni,
peluruh dahak, pereda kejang, dan menurunkan tekanan darah. Biji kelor digunakan
untuk kosmetik dan penjernih air. Kulit batangnya bisa menawarkan racun ular.
Buahnya dapat merangsang pencernaan, sedangkan bunganya mengatasi radang
tenggorokan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar